adsense

Senin, 30 Mei 2011

13 Tahun Berlalu, Reformasi Polri Berhenti di Tengah Jalan

JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imparsial menilai jalannya reformasi di internal kepolisian belum cukup apalagi memadai dalam mewujudkan aparat yang profesional, tidak militeristik, dan tidak korup.

Reformasi polisi yang berjalan hanya bersifat kosmetik belaka dan belum dilakukan secara lebih substansial dan lebih utuh. “Reformasi kepolisian selama ini cenderung berhenti di tengah jalan dan belum dilakukan secara total dan menyeluruh,” ujar Direktur Eksekutive Imparsial, Poengky Indarti dalam siaran persnya kepada okezone di Jakarta, Minggu (30/5/2011).

Faktanya, berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terus terjadi. Misalnya kekerasan oleh polisi, dugaan keterlibatan dalam kasus-kasus korupsi, pembalakan kayu liar, skandal penyuapan, politisasi polisi dalam politik, pembiaran dalam kasus kekerasan beragama dan berkeyakinan, kekerasan terhadap perempuan, penyiksaan, kasus salah tangkap, penangkapan sewenang-wenang, dan lain-lain.

“Saat ini, aspek keadilan seperti menjadi sesuatu yang mahal. Penegakkan hukum nampak hanya berlaku bagi masyarakat kecil, namun tumpul jika berhadapan dengan penguasa dan para mafia,” ungkapnya.

Poengky menambahkan, institusi penegak hukum seolah telah “tersandera” oleh kepentingan elit dan para mafia. Bahkan, politik penegakan hukum dirasakan hanya berpihak pada kepentingan kekuasaan-para mafia, dan bukan pada keadilan dan masyarakat lemah. Lebih jauh, Institusi Kepolisian juga telah gagal dalam memberikan kinerja yang sepenuhnya positif dalam penegakan hukum dan HAM.

Dalam kaitan ini Imparsial menilai bahwa terjadinya berbagai kasus penyimpangan sebagaimana disebutkan di atas, menunjukkan masih adanya masalah dalam proses reformasi kepolisian. Aspek-aspek seperti regulasi, kelembagaan, pendidikan, kultur, dan lain-lain, masih memperlihatkan berbagai masalah.

Selain itu, persoalan lain yang juga turut berkontribusi pada penyimpangan adalah upaya pengawasan baik itu secara internal ataupun eksternal yang selama ini tidak maksimal, serta tidak berjalan efektif dan lemah.

Upaya penghukuman terhadap aparat yang menyimpang juga tidak tegas dan cenderung diskriminatif. Bahkan impunitas masih terus terpelihara dalam tubuh kepolisian khususnya dinikmati oleh para perwira tinggi kepolisian ketika terkait dengan kasus hukum. Parahnya justru promosi jabatan yang didapat dari mereka dan bukan malah proses hukum yang dikedepankan dari kasus yang terjadi.

Oleh sebab itu Imparsial menuntut dan mendesak dilakukan seiring dengan kelanjutan reformasi Polri, yakni:

1. Perubahan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Revisi KUHAP, terutama mengenai tugas dan fungsi Polri dalam sistem peradilan pidana, serta terkait dengan luasnya diskresi yang dimiliki oleh kepolisian dalam konteks penegakkan hukum;

2. Perubahan struktur dan kedudukan Polisi yang seharusnya tidak lagi di bawah Presiden, melainkan di bawah kementrian tertentu. Perubahan ini diharapkan menjauhkan Polri dari masalah politik dan menghindari politisasi polisi demi kepentingan kekuasaan. Hal ini bisa dilakukan melalui pembentukan RUU Keamanan Nasional dan atau melalui Revisi UU 2/2002 itu sendiri;

3. Reformasi kelembagaan Polri dan kultur seperti terkait doktrin, pendidikan, rekruitmen, promosi dan karier  polisi untuk mewujudkan kepolisian RI yang berfungsi sebagai abdi masyarakat dengan lebih mengedepankan tindakan preventif-mengayomi dan bukan terus mewarisi praktik represif militeristik;

4. Memperkuat fungsi pengawasan melalui penguatan peran dan kewenangan Kompolnas melalui revisi Undang-undang Polisi no 2 tahun 2002. Selain itu, juga penting membuka ruang bagi pengawasan oleh masyarakat;

5. Memberikan sanksi secara tegas dan berat kepada aparat kepolisian yang melakukan penyimpangan. Upaya penghukuman ini tidak bisa dan tidak boleh dilakukan secara diskriminatif.

Sabtu, 28 Mei 2011

Cuti Bersama

Cuti bersama adalah cuti yang diadakan oleh pemerintah dalam hari besar, misal idul fitri, natal, atau hari besar lainnya. Cuti bersama ini memotong cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil sehingga cuti yang semula merupakan hak setiap pegawai menjadi kewajiban pegawai tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi pada pegawai.
Sebagai contoh tahun 2011, pemerintah menetapkan cuti bersama selama 4 hari, selanjutnya dengan seenaknya menambah cuti bersama 2 hari lagi, sehingga jumlah cuti bersama 6 hari. Pemerintah hanya memberi cuti tahunan kepada pegawainya sebanyak 12 hari. Maka sisa cuti tahun 2011 adalah 6 hari.
Pemerintah telah merampas hak kami, kami sudah berencana menggunakan cuti untuk apa. Ada yang mempersiapkan cuti untuk menunggu istrinya melahirkan serta mendampingi di hari-hari pertama kelahiran. Ada pula yang memersiapkan cuti untuk ibadah di bulan Ramadhan. Ada yang berencana berwisata. Dan masih banyak lagi perencanaan penggunaan cuti tahunan.
Ada media yang mengatakan "cuti bersama menguntungkan PNS tetapi merugikan masyarakat". Justru PNS dirugikan karena kehilangan cuti yang sudah seharusnya menjadi HAK pegawai.
Adakah yang mau mengangkat masalah ini bersama-sama? Agar kita tidak selalu dirugikan sebagai pegawai.

Senin, 23 Mei 2011

Askes

Sejarah Singkat PT ASKES (Persero)

PT Askes (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya. Sejarah singkat penyelenggaraan program Asuransi Kesehatan sebagai berikut :

1968
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.

1984
Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

1991Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

1992
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

2005
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004 PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes (Persero) mendapat penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

2008Pemerintah mengubah nama Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk melaksanakan Manajemen Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi tatalaksana kepesertaan, tatalakasana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan manajemen.
Sebagai tindak lanjut atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 40/2004 tentang SJSN PT Askes (Persero) pada 6 Oktober 2008 PT Askes (Persero) mendirikan anak perusahan yang akan mengelola Kepesertaan Askes Komersial. Berdasarkan Akta Notaris Nomor 2 Tahun 2008 berdiri anak perusahaan PT Askes (Persero) dengan nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan PT AJII

2009
Pada tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia dapat mulai menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi masyarakat.

Curhat nih......
Berdasarkan sejarah Askes yg udah lama, harusnya bisa menjadi Asuransi Kesehatan yang terbaik saat ini. Akan tetapi kok saya merasa bahwa Askes ini merupakan asuransi yang terkesan menyulitkan dengan birokrasi bertele-tele.

Untuk pola pikir sederhana begini:
- kita adalah peserta askes
- semua RS pemerintah menerima askes
- sedikit RS swasta juga menerima/bekerja sama dengan askes
- semua puskesmas menerima askes
maka dengan begitu
- bila ingin berobat/konsultasi dokter di RS yang menerima askes akan ditanggung askes
- bila ingin berobat tinggal daftar saja dan askes yang mengurusi biaya.

Tapi yang terjadi disini tidak begitu.
Anda mungkin masih menemui di beberapa tempat tentang birokrasi yang buruk pada instansi pemerintah, entah itu kelurahan, samsat, imigrasi, dsb. Ada banyak loket yang harus didatangi yang menurut efisiensi dan manfaat hanya menyatakan mungkin hanya butuh 2 loket saja. Tetapi kita di putar-putar dari loket A ke loket B ke loket C kembali ke loket A, sedangkan total loket sampai X, padahal setelah diteliti proses tersebut hanya membutuhkan loket A dan loket B saja.
Askes pun demikian, kita tidak bisa begitu saja berobat di RS yang menerima askes melainkan harus ke puskesmas umtuk minta surat rujukan ke RS. Lebih parahnya lagi adalah tidak bisa minta surat rujukan disembarang puskesmas, harus di puskesmas tempat kartu askes kita terdaftar. Tuh kan... puskesmas aja udah susah.
Bayangkan waktu yang terbuang untuk ke puskesmas, antri di puskesmas, menunggu surat rujukan, total waktu yang terbuang bisa setengah hari sedangkan tujuan utama kita adalah RS, bukan puskesmas.

Akibatnya apa?
Akibatnya adalah kita tidak mau bertele-tele dan akhirnya lebih baik mengeluarkan uang untuk biaya berobat karena kartu askes tidak bisa dipakai bila tidak melalui prosedur yang berbelit-belit.
Ini mungkin TRIK JAHAT yang dilakukan askes agar uang perusahaan tidak bayar klaim untuk membiayai pengobatan. "Kita susahin aja prosedurnya, nanti kan orang males pake kartu terus bayar sendiri, kan jadi hemat cuma bayarin orang2 yg pake askes di puskesmas". Mungkin saja pas rapat pimpinan mereka ngomong begitu.

Kalo ngeluh bilang aja sama askesnya langsung
Saya sudah telp. 500400 dan mengutarakan (tidak membaratkan) masalah ini dan operatornya hanya bilang "saran bapak kami tampung". Tampung gundulmu.....
Saya coba saran lewat web http://www.ptaskes.com/masukan-saran tapi apa coba? pas klik kirim trus pesannya error. Gimana mau terima saran kalo gini.

Apakah nantinya ada perbaikan?
Saya harapkan ADA. Tapi para direksi haruslah orang-orang yang profesional yang bisa melihat keluhan pesrta askes dan memberikan solusinya. Mungkin selama ini mereka santai-santai saja karena jumlah kuli negara alias pegawai negeri semakin meningkat setiap tahunnya dan otomatis premi mengalir meskipun pegawai tidak menikmati fasilitas askes. Sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan mereka tetap dapat gaji dengan kemungkinan PHK kecil.

Mudah-mudahan sih bisa berubah. Amiin....

Jumat, 06 Mei 2011

Komisi VIII DPR

Assalamu'alaikum wr. wb.

Hari ini banyak media mulai dari media cetak maupun elektronik menanggapi masalah email resmi Komisi VIII DPR. Wakil Ketua DPR mengatakan masalah sepele jangan dibesar-besarkan, itu kan cuma masalah teknis yaitu alamat email.

Tetapi bila dilihat dari keseluruhan, email tersebut memang bukan masalah utama yang perlu dibicarakan secara serius dan para anggota DPR tersebut sudah menuai ribuan komen negatif mulai dari menghina, menyindir, mengajari, menghujat dan komen negatif lainnya.

Yang perlu dibicarakan disini adalah mengenai kunjungan mereka ke Australia yang pada judul awalnya adalah studi banding untuk mengentaskan kemiskinan.

Studi banding ini hanyalah sebuah kebohongan besar yang dilakukan mereka. Saya sebagai rakyat merasa disakiti. Mereka kesana sengaja mencari jadwal pada saat pejabat Australia reses. Mau studi banding sama siapa mereka ? Ternyata pada saat forum dengan PPIA juga dilihat bahwa agenda mereka bertemu dengan pejabat disana tidak ada. Mereka hanya bertemu dengan Pelajar Indonesia di Australia yang seharusnya bisa dilakukan dengan teleconference.

Ini membuktikan bahwa mereka cuma ingin jalan-jalan dengan membawa keluarga mereka, dengan anggaran yang berlebih agar pulang masih ada sisa uang. Disini saya merasa disakiti lagi.

Jadi intinya bukan pada punya tidaknya email resmi, tetapi pada tujuan dan hasil kunjungan dibanding anggaran yang dikeluarkan. Kalo dipikirin makin sakit hati sebagai rakyat.

Kadang-kadang saya berpikir, saya sekolah di Sekolah Dasar, melanjutkan ke SLTP, lalu saya sekolah di SMU. Setelah tamat sekolah saya lanjutkan dengan Kuliah di Perguruan Tinggi. Saya sudah merasakan perbedaan pola pikir dengan diri saya waktu di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan Sekolah Tinggi. Pendidikan telah merubah pola pikir saya menjadi lebih baik, lebih memperhatikan sesama, lebih teliti dalam mengambil keputusan, membuat saya memiliki rasa tanggung jawab.
Dari sini saya berpikir, kok mereka yang rata-rata duduk di kursi yang terhormat pola pikirnya sama dengan saya yang duduk di bangku SLTP. Disini saya bilang "rata-rata" karena saya melihat ada juga beberapa yang pola pikirnya lebih baik dari saya.

Apakah mereka itu membeli "IJAZAH"? baik yang S1 maupun S2. Karena tidak tercermin pola pikir sarjana atau yang minimal berakhlak mulia.

Yang ada di pikiran mereka adalah "bagaimana cara agar balik modal ditambah keuntungan berkali lipat". Sedih rasanya melihat wakil rakyat yang begini.

Kembali kepada topik awal yang membicarakan email resmi. Jangan lupakan agenda mereka ke Australia untuk apa dan apa hasilnya.

Apakah untuk DPR tidak ada badan pengawas untuk menyaring keperluan ke Luar Negeri ? Ini diperlukan agar uang Negara tidak kecolongan.
Misal, Komisi "Lapan" mau studi banding masalah kemiskinan ke Australia. Disini kan bisa dilihat tingkat kebutuhan studi banding tinggi atau tidak? Jadwal dilihat, kalau disana libur kan tidak bisa studi banding dan seharusnya tidak dikabulkan keberangkatan mereka.

Dimohon kepada LSM atau Lembaga Pengawas untuk mengawasi DPR jangan sampai kecolongan memakai uang Negara untuk hal percuma.

Dari....
Seorang rakyat yang sakit hati atas kelakuan wakilnya

Wassalau'alaikum wr wb.